Jumat, 13 November 2009

UANG RECEH


Mungkin kita semua pernah membiarkan koin atau uang receh bernilai Rp. 50, Rp. 100 atau Rp. 200 tergeletak dilantai rumah, di bawah tempat tidur, di lantai dapur bahkan kita membiarkannya terangkut di tempat sampah. Kita tidak pernah mengangap arti besar dari sekeping koin yang berukuran diamater tidak lebih dari 3 cm itu. Tetapi bagi Hanny Kusumawati dan Nia Sadjarwo, koin tersebut memiliki arti yang sangat besar yang dapat digunakan untuk membantu sesama. Mereka adalah penggagas berdirinya organisasi sosial Coin a Chance (CaC), sebuah gerakan sosial untuk mengumpulkan ‘recehan’ atau uang logam yang bertumpuk dan jarang digunakan. Uang yang terkumpul akan ditukarkan dengan “sebuah kesempatan” bagi anak-anak yang kurang mampu agar mereka dapat melanjutkan sekolah lagi..

Awalnya memang tak mudah untuk mewujudkan impian besar dengan ide sederhana. Bahkan, keraguan dan hambatan terbesar tak jarang justru datang dari lingkungan sekitar. Mulanya, ide tersebut sudah meluncur sejak setahun lalu. Namun, keraguan dari orang-orang yang dimintai pendapat membuat keduanya mengurungkan diri untuk memulai rencana tersebut. ”Waktu itu kita lempar ide di blog dan membuat survei kecil-kecilan untuk meminta respons dan dukungan. Nyatanya banyak yang meragukan jika koin-koin itu bisa dipakai untuk membantu pendidikan. Katanya lebih baik langsung uang dalam jumlah besar saja, itu baru masuk akal,” kata Hanny bercerita. Gara-gara sikap pesimistis tersebut, dua sahabat itu akhirnya mengurungkan niatnya.

Satu tahun berlalu, niat tersebut bukannya hilang, justru semakin ”memaksa” untuk diwujudkan. ”Akhirnya kita nekat untuk menjalankan. Dalam waktu singkat, banyak orang yang enggak kita kenal menawarkan bantuan,mulai dari bikinin desain banner, mencetak kartu nama, sampai bikin Facebook group,”kata Hanny yang mencatat sudah ada lebih dari 500 orang yang menjadi anggota Coin a Chance.

Walau belum punya struktur organisasi yang jelas,nyatanya komunitas ini sudah memiliki waktu rutin untuk berkumpul dan menghitung uang receh yang berhasil dikumpulkan para anggota. Tiap hari Sabtu di akhir bulan, setidaknya ada 20-30 coiners (sebutan untuk orang yang mengoordinir orang di sekitarnya untuk mengumpulkan koin) yang berkumpul di sebuah mal untuk melakukan Coin Collecting Day (CCD).

”Wadahnya tidak harus stoples. Uangnya juga bisa koin asing. Bahkan,ada juga koin-koin itu yang sudah berdebu saking lamanya disimpan. Beberapa malah ada rambut, atau sisa guntingan kuku. Lucu-lucu memang.Tapi itu membuktikan bahwa sesuatu yang tersimpan lama, yang tadinya dianggap tidak penting,ternyata bisa membantu biaya pendidikan seseorang,” tandas Hanny.

Cerita tentang keraguan juga sempat dialami Alanda Kariza yang mendirikan The Cure for Tomorrow. Saat itu, teman-teman sebayanya yang masih duduk di bangku SMA kelas X sempat meragukan idenya. ”Mereka pikir, anak-anak kayak kita bisa bikin apa sih.Kamu enggak mungkin mengubah dunia, deh.

Tapi saya tetap lanjut,” kata Alanda yang pernah membuat cerpen online terkenal bersama Fajar Nugros berjudul Bunuh Diri Massal. Kebalikan dari kisah Hanny dan Alanda, Valencia Caecilia Mieke Randa (Silly) yang membangun Blood for Life (BFL),justru merasa optimistis saat mendirikan gerakan ini.

Ia memulainya dengan membuat blog khusus untuk BFL. Blog ini langsung direspons positif oleh lebih dari 50 orang yang langsung menyatakan diri menjadi pendonor. Bahkan, ada seorang dokter yang memuji ide cemerlangnya ini sebagai langkah alternatif mencari donor darah selain di PMI.

”Tapi setelah itu rasanya susah sekali untuk mencari tambahan orang yang ingin menjadi donor. Saya sudah putus asa karena merasa sudah mengabdikan diri, meluangkan banyak waktu untuk gerakan ini,tapi tampaknya tidak ada orang yang tertarik,” curhat ibu yang bekerja sebagai penulis lepas ini.

Sebuah permintaan donor darah di milis lantas membangkitkan semangatnya.Apalagi saat dalam waktu 15 menit, ia bisa menghubungkan orang yang membutuhkan darah tersebut dengan pendonor. ”Rasanya ada begitu banyak energi positif yang terdorong ke tubuh saya.

Rasanya saya seperti mendeliver spirit ke orang yang membutuh tersebut. Bayangkan ketika apa yang kita priceless lakukan ternyata berarti banyak untuk orang lain.Rasanya…,”ujar Silly.

Anda ingin beramal juga…?

(Sumber : seputar-indonesia.com)

Baca juga : Beramal secara sederhana